Bookmark

Bulang Lintang Dan Peninggalannya

 


Mungkin kita betul-betul tidak tahu apa-apa mengenai sejarah tanah kita sendiri, dan hanya menyisakan sedikit saja warisan yang juga tidak mampu kita merabanya secara pasti. Seperti halnya tinggalan arkeologi berupa nisan ber-tipologi Aceh yang berada  tidak jauh dari komplek Makam Tumenggung Abdul Jamal (1720-1811) di Pulau Bulang Lintang ini. Sekitar pertengahan bulan Juni tahun 2024 lalu saya berkunjung ke pulau ini. Ditemani oleh rekan saya saudara Iqbal Dzulqarnain, kami menyewa kendaraan speedboat untuk sampai ke tempat ini. Kami tiba saat waktu sholat dzuhur dan menyempatkan diri untuk menjalankan kewajiban di mushola kecil yang letaknya dekat pintu masuk makam Tumenggung Abdul Jamal. Kemudian kami menuju rumah Tengku Zulkarnain, yang sejak turun temurun merupakan perawat dan penjaga makam di komplek makam Tumenggung Abdul Jamal.

Tampilan 3d Google Earth pada titik yang saya tandai

 

Ditemani sambil bercengkerama di perjalanan, mata saya menangkap banyak sekali nisan tipe Aceh beragam ukuran dengan kondisi yang rusak menancap diantara pekarangan rumah warga. Namun pertanyaan dalam benak sengaja saya tahan, waktunya saya untuk berziarah terlebih dahulu. Setelah berziarah saya hendak pulang dan mendapati makam yang ditutupi kain kuning, saya singgah dan mendapati makam tipologi Aceh yang paling besar dibandingkan nisan Aceh lainnya yang ada dipulau ini.

Nisan ini memiliki dimensi tinggi 42 inch atau sekitar 106,68 cm diukur dari batas kaki nisan dan lebar diukur dari sayap nisan 17 inch atau 43,18 cm. Secara keseluruhan nisan ini dalam kondisi yang paling baik diantara nisan-nisan tipe Aceh yang tersebar di pulau ini, sejauh yang dapat saya amati.

Nisan Aceh lain yang berukuran kecil di Bulang

Seperti yang saya tampilkan pada gambar diatas, nisan lain yang terdapat di Bulang umumnya mengalami kerusakan yang berat, dan nisan lainnya tentu tidak dapat saya tampilkan seluruhnya pada catatan ini oleh sebab kapasitasnya yang besar dan banyak sekali.

Jika merujuk pada tabel periodisasi Othman Yatim yang pernah saya tampilkan pada post yang telah lalu, juga diskusi saya dengan rekan-rekan sesama pegiat sejarah dan budaya di Aceh, kami berkesimpulan nisan-nisan tipologi Aceh di Bulang Lintang ini berasal dari periode abad 17/18. Sementara dilihat dari ragam hiasnya, meski harus dilakukan kajian ulang mengenai nisan ini oleh sebab nisan ini berada diluar Aceh, saya akan merujuk pada kelaziman nisan yang menjadi asal muasal nisan ini, kami berpendapat bahwa nisan kubur ini adalah milik seorang perempuan yang ditandai dengan ornamen bunga pada kedua sisi sayapnya. Kiranya meski tidak betul-betul serupa, nisan serupa dibawah ini yang saya ambil dan rujuk pada postingan komunitas Mapesa untuk menjadi perhatian rekan-rekan pemerhati nisan, terutama yang berada di Kepulauan Melayu.

Nisan Laksamana Wanita bernama Meurah Meukuta dari abad-17

Hal-hal yang sulit untuk kita jelaskan dari nisan di Bulang selain keletakannya yang berada diluar Aceh adalah minimnya literasi mengenai sosok yang disemayamkan disini, saya beberapa waktu lalu di awal Ramadhan 1446 Hijriah berdiskusi dengan salah seorang staff dari Disbudpar kota Batam yaitu pak Raja Zulkarnain (di tulisan kali ini sudah 3 orang bernamakan Zulkarnain) agar kiranya dapat mencagarkan nisan Aceh dan terbesar di pulau Bulang ini. Selain itu informasi dari cerita lisan mengenai adanya Laksamana Lela/Lila dari tahun 1600 an awal kiranya sedikit memberi gambaran akan sosok yang disemayamkan disini dan mungkin saja memang sang pemilik kubur adalah seorang wanita yang merupakan seorang Laksamana Wanita dari negeri Aceh Darussalam, sebagaimana halnya Laksamana Meurah Meukuta. Namun tulisan ini tidak akan membahas hal ini dengan jauh, yang akan saya sampaikan kemudian di tulisan ini adalah bagaimana kita sebagai salah satu penyintas zaman yang hidup pula di waktu ini dapat meneladani dan melestarikan peninggalan orang-orang terdahulu, yang telah melewati kehidupan di masa lalu dengan segala dinamikanya dan mewakafkan hidupnya untuk bangsa ini. Berikut detail lain dokumentasi saya dari nisan yang ada di pulau ini.





Sebelum menutup tulisan ini, mengenai apa yang terjadi dengan Selat Singapura, Selat Malaka di abad-17, akan saya bahas di kesempatan lain (semoga Allah memperkenankan kesempatan tersebut). Sumber sejarah yang saya kumpulkan untuk saat ini tidak dapat saya sampaikan pada kesempatan singkat ini, akan tetapi peranan penting Batam, Bintan, beserta kepulauan lainnya yang ada di 3 titik pertemuan (Selat Malaka, Selat Singapura, Laut Cina Selatan) ini benar-benar merupakan fakta telah terjadi sesuatu yang besar pengaruhnya pada masa abad yang telah lalu.


Dan temuan-temuan seperti ini, membuat saya banyak merenung dan terdiam.

Source:

  1. Dok. Pribadi
  2. Google Earth
  3. Laksamana Wanita Abad Ke-16/17 M Bernama Meurah Meukuta
  4. Othman Yatim, Batu Aceh: Early islamic Gravestones in peninsular Malaysia

 

*Muhammad Abdillah

Posting Komentar

Posting Komentar